BMH Depok - Pada dasarnya, manusia diciptakan sebagai hamba yang
dikodratkan untuk selalu beribadah dan mengagungkan Allah Subhanahu Wata’ala,
Sang Pencipta alam semesta ini.
Barometer ketaatan dan ketakwaan dijadikan acuan
dalam derajat penghambaan yang sempurna kepada Sang Khalik. Kecintaan kepada
Allah Subhanahu Wata’ala dan Rasul-Nya, sebagaimana kecintaan para Ummul
Mukminin beserta shahabiyat (Sahabat-Sahabat Muslimah Nabi) melaksanakan
perintah Allah Subhanahu Wata’ala dalam melaksanakan perintah menutup aurat dan
berhijab. Perintah ini berlaku pula bagi para Muslimah dunia dimanapun berada.
Adalah Ummul Mukminin Khadijah RA. Dengan
keteladanannya ketika sampai kepadanya perintah menutup aurat dan berhijab ke
seluruh tubuh. Tanpa penyanggahan sedikitpun, beliau langsung melakukan
perintah Allah Subhanahu Wata’ala, tanpa ada rasa enggan maupun sungkan.
Bahkan Khadijah tanpa segan, di garda depan
melindungi para shahabiyat yang tertindas karena ingin melaksanakan syariat
Islam yang diwajibkan bagi wanita untuk menutup aurat mereka ada yang bukan
mahramnya.
Ridha
Allah
Islam tidaklah seperti sistem petriarkis sekuler
yang menjadikan wanita selalu jauh dibelakang lelaki. Islam memandang bahwa
kebahagiaan manusia bukan terletak pada harta, takhta, dan cinta semata, tapi
terletak pada ridha Allah.
Karenanya, baik lelaki maupun wanita punya
kesempatan yang sama untuk meraihnya dengan melaksanakan kewajiban-kewajiban yang
memang sudah diatur sesuai harkatnya masing-masing. Islam adalah agama yang
memandang wanita sebagai makhluk yang agung, mereka harus terlindungi dengan
jilbab dan kerudung. Islam bukan berarti memasung, tetapi agar wanita terhormat
dan terlindung.
Hijab sesungguhnya sangat menguntungkan bagi wanita
dibalik ketidaksadaran mereka. Seperti yang dikatakan Sayyid Qutbh dalam kitab
Fi Zhilalil Qur’an, “mereka mengenakan jilbab agar dikenal sebagai wanita
merdeka. Sehingga, tidak ada dari seorang fasik pun yang berani menjadikan
mereka sasaran gangguan dan pelecehan.”
Selain itu, sungguh dibalik hijab, begitu banyak
yang tersimpan. Secara tidak langsung kita merasa sadar bahwa wanita begitu
dimuliakan dan dijaga kehormatannya. Memberikan hak istimewa hanya kepada yang
akan menjadi pemimpin rumah tangga kita nantinya. Dan yang lebih penting adalah
terbuktinya kita sebagai hamba yang dapat disebut wanita shalihat, qonitat, dan
hafizhat.
Hal ini tercermin dengan sikap para shahabiyat yang
ketika sampai perintah Allah Subhanahu Wata’ala saat datangnya ayat Al-Ahzab:
59; “Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istri, anak-anak perempuan dan
istri-istri orang Mukminin, ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya keseluruh
tubuh mereka’. Yang demikian itu supaya mereka mudah dikenali, oleh sebab itu
mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Maka, tanpa sekata pun yang keluar, sengan segera
mereka merobek kain selimut untuk dijadikan penutup kepala. Komitmen para Ummul
Mukminin dan shahabiyat ditunjukkan pula dengan selalu berkebiasaan menutup
aurat jika keluar rumah.
Tidak
Tabarruj
Hijab bukalah sekedar pakaian yang menutup aurat,
tetapi yang lebih tepatnya disebut pakaian syar’i. Hal ini dikarenakan, pakaian
memiliki karakteristik khusus namun sederhana dan nyaman. Perintah hijab turun,
sekaligus menahan tabarruj (berlebih-lebihan) dalam berpakaian, agar tidak
membentuk tubuh.
Hijab ini sendiri dibagi menjadi tiga yaitu, pakaian
rumah (al-tsaub), kerudung (khimar), dan jilbab. Walau tidak berbeda pendapat
tentang kewajiban muslimah menutup tubuhnya dengan jilbab, para ulama berbeda
pendapat dalam mengartikan jilbab. Ada yang mengartikan sama dengan khimar,
miqna’an (kain yang menutupi kepala dan muka), milhafah (mantel), izar (baju
layaknya selimut yang menyelubungi badan), atau mula’ah (baju kurung dengan
lengan panjang).
Dengan kata lain, marilah kita haturkan salut kepada
wanita-wanita yang mengutamakan ridha Allah daripada anggapan manusia, yang
saat ini kebanyakan mengukur kedudukan dari aurat yang justru terbuka.
Sebagai penutup, izinkan saya menuliskan kata;
Bila engkau cantik, biarlah karena hijab. Bila
engkau mulia, itu karena engkau menjaga yang wajib. Bila engkau mulia, biarlah
itu karena ketaatan. Bila Allah berkenan, semoga engkau dianugerahi
kehormatan.wallahu’alam bishshawab.*Oleh:
Nadhrata Naimi Mahasiswi STIS Hidayatullah Baikpapan
0 komentar:
Posting Komentar