Dunia kini
kian bising dengan suara-suara kritik yang tidak konstruktif dan
tuduhan-tuduhan tidak berdasar. Hampir semua yang bicara merasa dirinya benar. Padahal
belum benar-benar nyata berbuat dan berkorban demi kemaslahatan bangsa dan
negara.
Peringatan
Hari Pahlawan di bulan November ini, semestinya menjadi ibrah, spirit dan arah
bagi bangsa dan negara ini. Buang jauh perdebatan, pertikaian dan pertengkaran.
Mari satukan hati, satukan langkah dan cita-cita membangun negeri yang telah
diperjuangkan sedemikian rupa kemerdekaannya.
Janganlah nilai-nilai
luhur para pahlawan kita dibiarkan terus-menerus luntur. Spirit perjuangan dan
kepahlawanan jangan sampai kendur. Terlebih ketika para pemimpin yang
semestinya memberikan keteladanan justru lebur dalam hal-hal yang menjadikan
kepercayaan rakyat kian hancur.
Padahal,
Hari Pahlawan sejatinya bukan semata soal bagaimana kita menguasai sejarah para
pahlawan dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan. Tetapi tentunya juga,
dalam mengisi kemerdekaan. Ya, pahlawan masa kini dan masa depan.
Inilah yang
sebenarnya menjadi tugas seluruh bangsa Indonesia, terlebih umat Islam sebagai
mayoritas bangsa. Umat Islam harus tampil ke gelanggang sebagai umat terbaik,
terdepan dan terpercaya dalam soal membangun bangsa dan negara.
Sebagai umat
Islam, kita tidak boleh berpangku tangan, melihat keadaan yang memang menantang
keimanan dan ketakwaan kita, utamanya dalam kemaslahatan bangsa dan negara di
masa mendatang. Kita harus berbuat dan bersatu dalam satu langkah dan
cita-cita, yakni bagaimana melahirkan pahlawan masa depan.
Kata bijak
mengatakan, “Buah jatuh tidak jauh dari
pohonnya.” Maka upaya untuk bisa melahirkan pahlawan masa depan tidak akan
terwujud, kecuali kita sendiri sebagai orang tua terlebih dahulu menanamkan
karakter-karakter kepahlawanan pada diri kita sendiri, sehingga anak keturunan
kita melihat itu semua ada di dalam diri kita.
Hidup dengan Bukti
Kata bijak
mengatakan, “Action speak louder than
words.” Kita sendiri sebagai pewaris negeri ini harus lebih banyak memberi
bukti dengan aksi daripada janji, apalagi ilusi. Harus ada kemauan kuat dalam
diri tiap muslim untuk rela berkorban demi menanamkan nilai-nilai kepahlawanan
yang akan menjadi rujukan anak keturunan kita.
Kita mungkin
bisa membacakan kisah Presiden Soekarno, Bung Hatta, KH. Agus Salim dan lain
sebagainya. Tetapi, itu tidak seberapa memberi kekuatan jika yang membacakannya
hanya puas dengan telah menceritakan riwayat semata, tetapi tidak mengajak
langsung mengimplementasikannya dalam kehidupan nyata.
Seandainya kita
dipertemukan dengan Panglima Besar Jenderal Soedirman, lalu diberikan
kesempatan bertanya, apa yang menjadikan beliau sangat gigih dalam perjuangan
yang meskipun di atas tandu masih memimpin para serdadu?
Jawabannya tidak
lain adalah karena melihat orang-orang terdahulu di masa beliau kecil yang rela
mati demi kemerdekaan dan kejayaan negerinya. Beliau tidak melihat ada hal
penting selain mengusir penjajah dengan gagah berani. Maka tidak heran jika
spiritnya sedemikian terpatri dalam sanubarinya.
Lebih dari
sekadar kemauan untuk beraksi dengan memberi bukti, hal yang tak kalah
pentingnya adalah bersatu, sinergis dan berjama’ah dalam mengangkat
masalah-masalah keumatan. Inilah yang mungkin menjadi PR bersama seluruh umat
muslim di negeri ini.
Sinergis bersama BMH
Bersama Baitul
Maal Hidayatullah (BMH), seluruh kaum muslimin bisa sama-sama berlomba-lomba
memperbaiki negeri ini dengan memupuk jiwa peduli, berbagi, memberi, dan
berempati, khususnya bagi tunas-tunas bangsa yang tidak mampu, yang sebenarnya
jika diberi akses pendidikan yang memadai, mereka juga akan bisa tampil
memimpin negeri ini, bahkan mungkin akan jauh lebih baik dari yang ada hari
ini.
Nah,
kehadiran pemimpin masa depan yang lebih baik hari ini, ada pada generasi muda
masa kini. Jika terhadap mereka kita tidak peduli, lantas bagaimana kita bicara
bukti? Padahal, merekalah penerus kejayaan negeri ini yang akan melihat aksi
dan menuntut bukti dari kita semua.*/Drs.
Wahyu Rahman
0 komentar:
Posting Komentar