BMH Depok - Sebagai remaja yang baru saja lulus Madrasah
Aliyah (MA), Sudirman berhasrat untuk meniti karir di dunia kerja pikirnya kala
itu, bagaimana caranya bisa mengumpulkan pundi-pundi uang.
Lulus dari
MA Radhiyatan Mardhiyah Putra pada pertengahan tahun1996 ia membulatkan tekat
kembali ke kampung halamannya di Masamba, Palopo, Sulawesi Selatan, untuk
mewujudkan mimpinya.
Ia diterima
kerja di sebuah perusahaan batu bara dengan gaji cukup besar.
Entahlah,
meski sejahtera, namun kebahagiaan yang dicari tidak kuncung didapat. Yang ada
ia rasakan justru kekosongan ruhani dan hidup yang semu. Keberkahan harta tak
lagi ia dirasakan. Segala yang ia usahakan dan ia dapatkan selalu terasa
kurang.
Hingga suatu
malam di awal tahun 2004, ia merasakan rindu yang amat sangat akan suasana
pondok saat masih menjadi santri di Pesantren Hidayatullah Balikpapan. Terbayang
olehnya eratnya persaudaraan dan indahnya hidup berjamaah di sana. Tiba-tiba
kerinduannya dengan suasana itu menguasai dirinya.
Akhirnya memasuki
akhir tahun 2004, ia memutuskan untuk kembali ke Hidayatullah, ia bergabung di
Hidayatullah Sangata. Pemuda kelahian 1979 itu rela meninggalkan kehidupan
mapannya dan mausk pesantren meskipun umurnya sudah bukan muda lagi.
BERTUALANG DAKWAH
Mulanya ia
di pesantren mendapatkan tugas sebagai pengasuh santri. Setelahnya beberapa
lama menjalankan amanah di pesantren, disepanjang akhir tahun 2011 ia
ditugaskan ke cabang pesantren Hidayatullah Nunukan. Di sanalah ia mulai
bertualang dalam berdakwah.
Ia bercerita,
saat pertama kali berceramah di sebuah masjid kecil d salah satu daerah
perbatasan, ketika itu ia hanya menyampaikan beberapa ayat dan penjelasannya
tentang bersyukur. Keesokan harinya, ada seseorang yang mencarinya dan meminta
untuk mengisi ceramah di sebuah acara keluarganya.
Perasaan senang,
gugup dan bingung bercampur aduk, ketika menerima tawaran itu. Sebagai sosok yang masih hijau dalam berdakwah
secara langsung, ia dipercaya untuk mengisi sebuah ceramah, bukanlah perkara
mudah.
Meski demikian,
Sudirman tak mau mengecewakan kepercayaan itu, ia pun menyanggupinya. Sejak hari
itu, ia sering diundang untuk mengisi ceramah di beberapa tempat.
Beberapa tahun
kemudian beliau diangkat menjadi pimpinan pesantren Hidayatullah Nunukan. Beban
yang diembannya semakin berat. Namun ia tetap pada komitmennya berjuang di
jalan Allah melalui jalan Dakwah.
“Ditugaskan
mengelola pondok, tentunya bukan hal yang mudah bagi seorang yang belum
memiliki banyak pengalaman seperti saya. Namun bagaimana lagi, saya harus
menjalankan amanah. Jujur saja, mengurus santri yang umumnya anak para Tenaga
Kerja Indonesia yang bekerja di negeri sebrang bukan perkara mudah. Kebanyakan mereka
masih minim pendidikan agama. Alhasil kami harus bekerja lebih ekstra lagi
untuk mendidik mereka,” uarnya.
Tantangan dakwah
di Nunukan kian menantang, ia dan beberapa temannya harus bergilir berceramah
dari satu tempat ketempat lain. Suatu ketika di pertengahan bulan Ramadhan. Ia mendatangi
sebuah mesjid di salah satu desa Nunukan.
Di sana ia
mendengar dari jamaah bahwa dari awal Ramadhan sampai ia datang ke mesjid itu
tidak pernah ada shalat tarawih dan shalat jum’at.
“Di
beberapa tempat di Nunukan, jika tidak ada ustadznya maka tidak diadakan khutbah
jumat atau shalat tarawih di bulan Ramadhan. Selain tenaga dakwah di Nunukan kurang,
lokasinya juga sangat sulit dijangkau karena tempatnya berada di pulau-pulau,”
ujar ayah beranak empat tersebut.
BELUM BERAKHIR
Meski serba
terbatas, gelora berdakwah di Nunukan tak akan pernah padam.
Sudirman mengatakan,
jika tidak menyandarkan semuanya pada Allah SWT, siapapun yang berdakwah di
Nunukan sudah pasti tak akan mendapatkan apa-apa.
Sebab berdakwah
di perbatasan bukan hanya mengorbankan tenaga dan pikiran, melainkan
mengorbankan harta. Maklum ekonomi diperbatasan memang kurang stabil karena
kebanyakan warganya masih memakai dua mata uang.
Dari perjalanan
dakwah ini ia akhirnya sadar bahwa kebahagiaan itu bukan hanya terletak pada
materi.
Bagaimanapun
dirinya mengaku bahagia di tengah keterbatasan masih bisa membantu orang lain.
Sudirman hanya
memohon doa agar dirinya terus istiqomah dan diberi kekuatan menegekan agama
Allah. Dan yang terpenting, semua langkahnya diridhoi Allah SWT, Aamiin*/Siraj
el-Manadhy.
0 komentar:
Posting Komentar