Saya Ningrum 38 tahun berumah tangga sudah 14 tahun, selama pernikahan saya tidak merasakan kebahagiaan. Dan selama ini memang saya bersandiwara dan berpura-pura bahagia. Saya hampir tidak tahan lagi mempertahankan status isteri. Kalau tidak mengingat anak-anak yang sudah saya lahirkan. Permasalahannya kompleks, suami suka uring-uringan, tidak romantis, terlalu mencintai pekerjaannya dan kurang perhatian. Apa yang saya lakukan sekarang ustadz ? mohon bantuannya. Terima kasih. Ningrum Bekasi.
Wa’alaikumsalam
warahmatullahi wabarakatuh
Ibu Ningrum
yang dirahmati Allah, semoga ibu senantiasa ada dalam lindungan dan pertolongan
Allah Ta’ala. Karena sesungguhnya dialah Allah yang berhak menurunkan rahmatnya
kepada hamba-hambanya.
Ibu, rumah
tangga bahagia sebenarnya bisa diraih oleh semua pasangan suami istri, termasuk
ibu dan suami.
Rasulullah
saw bersabda :”Jika seorang istri melayani suaminya sehari semalam dengan baik,
tulus, ikhlas serta dengan hati yang benar, Allah akan mengampuni segala
dosanya dan akan dicatat untuknya dari setiap helai bulu dan rambut yang ada
pada tubuhnya dengan seribu kebaikan dan dikaruniakan pahala haji dan umroh”.
(HR. Abu Daud).
Rasulullah
saw menambahkan, “Ketika seorang suami pulang kerumah, kemudian isteri
menyambutnya dengan senyuman, dan bersegera mengulurkan tangannya untuk
mengambil tangan suaminya, maka dosa-dosa mereka berdua serta merta berguguran
sebelum kedua tangannya mereka dilepaskan.”(HR. Abu Daud)
Betapa
mulianya seorang wanita yang berstatus isteri dan ibu rumah tangga. Tidak ada
keraguan bila kita telaah hadits tersebut.
Ibu Ningrum
yang dirahmati Allah, apakah kepura-puraan diperbolehkan dalam Islam ? Maka
jawabannya adalah ada yang diperbolehkan, yakni jika kepura-puraan itu bukan
perkara yang buruk, tidak bertentangan dengan syariat dan demi menyenangkan hati
suami. Ibnu syihab berkata,”Aku belum pernah mendengar Rasulullah saw memberi
keringanan untuk berbohong kecuali dalam tiga hal, yaitu ketika perang
mendamaikan orang dan pembicaraan suami kepada isteri atau isteri kepada
suami.” (HR. Bukhori dan Muslim dalam Shahih Muslim Bab Al-Birr wass Shilah wal
Adab).
Ibu
Ningrum, berbeda dalam perkara yang bersifat asasi atau mendasar seperti
kepeerluan suami terhadap layanan, baik dalam kasih sayang maupun hubungan
biologis, maka ibu wajib memenuhinya dengan rasa ikhlas dan senang hati bukan
dengan sikap berpura-pura Allah
berfirman:”Bagi wanita berhak mendapatkan perlakuan ma’ruf, sebagaimana
ia wajib memperlakukan suaminya dengan ma’ruf.” (QS Al-Baqarah 228)
Dan sabda
Rasulullah saw:”Apabila seseorang isteri telah mendirikan shalat 5 waktu dan
berpuasa dibulan ramadhan dan memelihara kehormatannya dan mentaati suaminya,
maka diucapkan kepadanya :Masuklah surga dari pintu surga mana saja yang kamu
kehendaki (Riwayat Ahmad dan Tabrani).
Mengenai
sikap suami yang belum baik, Ibu do’akan terus menerus agar Allah merubah sikap
buruknya menjadi kebaikan. Sebagai saran, maka saya sampaikan :
Pertama,
terima apa adanya suami Ibu, sambil terus berkomunikasi dengan baik yang
disertai dengan do’a yang ikhlas. Barangkali saat ini sulit memaafkan
perbuatannya, tetapi yakinlah bahwa Allah tidak akan membiarkan hambanya yang
shaleh.
Kedua,
jangan biarkan diri ibu berpura-pura dan bersandiwara. Sebab bila ibu terus
menerus melakukan pengabdian sebagai isteri dengan niat ibadah karena Allah,
suatu ketika pasti akan ada perubahan dari suami untuk kembali ke jalan yang
benar, insyaAllah.
Ketiga,
suami yang cinta pada pekerjaannya tidak perlu dipersoalkan, sebab semua
hasilnya bila diperoleh dengan kerja keras, halal dan untuk keluarga, maka kita
do’akan pada Allah agar hasilnya berkah.
Hindarilah
sikap berpura-pura dalam rumah tangga jika ingin memperoleh pahala yang besar
dari Allah. Jika perkara yang disukai suami itu tidak bertentangan dengan
agama, maka tidak harus ibu berpura-pura bahagia di depan suami kemudan
menyesalinya ketika suami tidak ada. Sikap seperti ini menunjukkan benih
kedustaan yang dapat meruntuhkan kebahagiaan rumah tangga. Wallahu a’lam. Ust.
Endang Abdurrahman Pengasuh Pondok Pesantren Hidayatullah Batu.
0 komentar:
Posting Komentar