Dulu ada
peribahasa “Ilmu adalah pelita hati”. Peribahasa itu bisa dikembangkan menjadi
“Banyak orang berilmu akan menjadi bintang-bintang bagi negara dan bangsa.”
Meski
demikian ilmu bukan segala-galanya. Para cerdik pandai yang tidak diimbangi
oleh rasa taqwa pada Allah dan akhlak yang mulia hanya akan membuatnya licik
seperti kancil. Kerjanya hanya menipu dan menyakiti orang lain.
Hal itu bisa
dibuktikan munculnya koruptor di negeri kita. Para koruptor, baik yang sudah
masuk penjara, maupun yang masih berstatus tersangka, semua bukanlah
orang-orang bodoh. Semua para sarjana atau cerdik pandai yang berilmu.
Inilah
catatan penting bahwa ada matahari yang lebih benderang daripada illmu, yaitu
iman dan taqwa kepada Allah. Karena itu pengembangan keilmuan suatu bangsa
jangan dipisahkan dengan pendidikan celupan religiusitas yang memacu para
pencari ilmu mengembangkan makna-makna hidup dan kehidupan yang mulia.
Dari sini
bisa dipahami, pelaksanaan pendidikan suatu bangsa tak lain adalah upaya
mencetak generasi penerus yang benar-benar bertanggungjawab terhadap bangsa dan
tanah airnya, generasi yang bisa membawa bangsanya menjadi bangsa bermuru’ah
dan bermartabat. Lebih dari itu, kita menginginkan pendidikan bisa melahirkan
pemimpin-pemimpin yang benar-benar bisa membawa bangsanya menjadi bangsa adil
dan makmur dalam arti yang sebenar-benarnya. Yaitu pemimpin yang mencintai dan
dicintai rakyat karena ketauladannya.
Lahirnya
pemimpin-pemimpin seperti itu antara lain akan didukung oleh pendidikan yang
disediakan kepada anak rakyat atau putera-putera bangsa secara meluas dan
berkualitas.
Di antara
putera-putera bangsa ini masih banyak anak-anak muda yang berbakat dan cerdas
tetapi orangtuanya tidak mampu menyekolahkan ke jenjang perguruan tinggi. Mereka
punya kehausan ilmu, bahkan bias disebut bibit unggul tetapi mimpi mereka
kandas oleh kondisi yang tidak menguntungkan.
Imam Burhanuddin
Az-Zarnuji, ulama pengaran kitab Ta’lim
al-Muta’allim, menyatakan mencari ilmu atau pelaksanaan pendidikan
memerlukan “biaya” demikian juga anak-anak sekarang tetap memerlukan biaya
belajar.
Anak desa
yang berbakat dan cerdas tapi miskin untuk bisa belajar di perguruan tinggi
memerlukan biaya. Tapi siapaka yang bisa menanggung pembiayaan mereka. Dari manakah
dana pendidikan itu bisa diperoleh?
Islam sejak
awal diturunkannya kepada Nabi Muhammad Shallallahu
‘alaihi Wasallam telah memberikan solusi dengan zakat, infaq, dan shadaqah.
Lembaga zakat
yang dicontohkan Rasulullah berupa Baitul Maal, pada era sekarang bisa dikelola
secara modern untuk kemaslahatan orang miskin dan telantar serta putera-putera
cerdas tapi miskin untuk dididik menjadi calon-calon pemimpin yang mampu
melanjutkan jiwa para pahlawan yang mendahului kita.
Zakat dan
infaq adalah salah satu contoh terindah dari ajaran Islam, dan itulah syariat
Islam yang membebaskan orang-orang miskin dari lembah kesedihan.
Sahabat Rasulullah
Shallalahu ‘alaihi Wasallam, Abu
Bakar Ash-Shiddiq ketika menjadi khalifah pernah bersumpah: “Demi Allah, akan
aku perangi orang-orang yang memisahkan antara shalat dengan zakat.”
Karena pentingnya
zakat, Abu Bakar akan memaksa orang-orang yang mengerjakan shalat tetapi lalai
bayar zakat.
Betapa indahnya
jika semua orang Islam yang mengerjakan shalat yang wajib zakat tidak
melalaikan kewajibannya untuk peduli kepada saudara sebangsanya yang hidup di
bawah garis kemiskinan.
Zakat memang
untuk orang miskin agar terlepas dari penderitaan. Tetapi lebih dari itu zakat
juga bisa digunakan untuk dana pendidikan, baik untuk pesantren, sekolah,
madrasah dan perguruan tinggi agar anak-anak cerdas dari keluarga miskin yang
nantinya bisa juga berbuat yang terbaik bagi agama, bangsa dan tanah air,
sebagai wujud bahwa Islam adalah rahmatan
lil ‘alamin.
Dengan niat
yang tulus dari orang-orang yang banyak rezekinya, yang mencintai putera-putera
bangsa yang sedang giat mencari ilmu, zakat dan infaq insya Allah mampu
mencetak intelektual terhormat berjiwa pahlawan seperti Pangeran Diponegoro,
Cut Nyak Dien atau Jenderal Sudirman.*/D. Zawawi Imron
0 komentar:
Posting Komentar