Tidak pernah dibayangkan Ali
Sadikin Berutu jika jamur tiram yang pernah disajikan ibu mertuanya kini
menjadi peluang usaha baginya. Suguhan sang mertua tersebut menjadi inspirasi
yang sukses mengantarkannya sebagai seorang wirausaha muda di Kota Medan.
Hanya berbekal browsing via internet,
lulusan STIE Hidayatullah Depok, Jawa
Barat, ini sukses mempelajari budi daya jamur tiram hingga pemasarannya.
Pria
28 tahun memulai usaha ini dengan memanfaatkan perkarangan rumah di Jalan
Melati Ujung, Kelurahan Sari Rejo, Kecamatan Medan Polonia. Kini, suami dari
Ida Sari Pertama Bancin itu sudah mampu memproduksi 10–15 Kg jamur setiap
harinya, dan 6.000–7.000 bibit dengan omzet Rp 30 juta per bulan.
“Permintaan pelanggan cukup besar,
bahkan bisa mencapai 30 Kg setiap harinya. Namun, karena keterbatasan modal,
maka tak terpenuhi,” ungkapnya kepada KORAN SINDO MEDAN (18/03). Selain via
internet, dia juga banyak belajar menanam sayuran dengan mendatangi petani
langsung. Petani yang kerap didatanginya adalah petani yang memiliki
permasalahan yang berbeda dengannya.
Karena prinsipnya, dengan banyak
masalah yang ditemukan, maka semakin banyak ide yang muncul untuk menyelesaikan
permasalahan tersebut. Pria yang kini kuliah di Fakultas Sastra, UISU, ini
menilai budi daya jamur tiram memiliki peluang bisnis yang cukup menjanjikan.
Sebab, petani jamur tiram di daerah Medan masih sangat minim.
Dia memperkirakan tidak sampai lima
orang lantaran minimnya ketersediaan lahan. Padahal, membudidayakan jamur tiram
sebenarnya bisa dimulai dari pekarangan rumah. Dengan melihat produksi yang
masih minim sementara permintaan terus berdatangan dari restoran, warga Medan
tentu sangat berpeluang menjadikan jamur tiram sebagai bisnis. Kini, dia sudah
mulai memperluas lahan pertanian budi daya jamur tiram di Jalan Mawar dengan
luas lahan sekitar 20×20 meter.
Lahan di Jalan Mawar lebih
dikhususkan untuk inkubasi (penyimpanan) dan pembuahan. Dia menjelaskan, budi
daya jamur tiram, mulai dari proses pencampuranpressing- sterilisasi
(perebusan)-inokulasi (pembibitan)-inkubasi (penyimpanan)- pembuahan, akan
lancar jika bahan serbuk kayu yang digunakan bagus.
Sehari-hari dia hanya menggunakan
serbuk kayu dari karet lantaran badan pohon karet tidak bergetah. Jika serbuk
kayu yang digunakan bergetah, biasanya jamur akan sulit hidup. Bahan yang
digunakan ada dedak, serbuk kayu (karet), tepung jagung/tapioka, dan air 60%
dalam setiap bibit. Dia berharap pemuda di Medan jangan takut memulai bisnis
budi daya jamur tiram.
Apalagi jika hanya persoalan modal.
Pasalnya, saat dia mendirikan usaha tersebut, tepatnya awal 2011 lalu, hanya
bermodalkan Rp 3 juta dengan bibit yang masih terbatas di pekarangan rumah.
“Setiap memulai bisnis, kita tentu
melihat sejauh mana pasar yang akan kita produksi. Saya lihat jamur tiram
pasarnya cukup banyak, apalagi jamur tiram ini tidak menggunakan bahan kimia
dan sangat sehat. Selain sebagai sayur, juga bisa diolah menjadi makanan
ringan,” ucapnya.
Meskipun sudah sukses membudidayakan
tanaman jamur tiram, dia tetap rendah hati dan ingin membantu masyarakat yang
ingin memulai usaha jamur tiram melalui blog http://jamurtiramdaerahmedan.blogspot.com.
Selain itu, masyarakat yang ingin
belajar langsung bisa datang ke rumahnya. “Sejauh ini ada beberapa yang ingin
belajar jamur tiram tapi mereka kebanyakan dari luar Medan (Jawa). Sementara
saya berharap warga Medan yang harus belajar membudidayakan jamur tiram agar
semakin banyak petaninya. Kaum muda sudah saat membuka usaha sendiri jangan
takut terhadap kegagalan tapi harus di coba dulu baru tahu hasilnya,”
tandasnya. (bmh.or.id)
0 komentar:
Posting Komentar