Bahasan paling
menarik bagi kebanyakan orang, yang kadang kala juga mengkhawatirkan, adalah
masa depan. Hampir bisa dipastikan, bahwa manusia bergerak rata-rata demi masa
depannya. Tetapi, apakah kita mengerti, cara mengisi hari untuk masa depan yang
menjanjikan?
Jawaban akan
pertanyaan tersebut kembali pada jangkauan palng akhir pada apa yang diyakini
sebagai masa depan.
Bisa sebatas dunia, tepatnya saat pensiun dan hari tua.
Bisa juga, dan ini berlaku bagi muslim yang visioner, masa depan itu adalah
akhirat.
Ketika
jangkauan masa depan seorang manusia sampai ke akhirat, maka ia tidak akan
mengalami kebingungan dalam kehidupan dunia ini. Sebaliknya, masa depan yang
hanya sebatas dunia, cenderung akan menjadikannya terlepas dari fitrah kemanusiaannya
dan menjelma menjadi manusia tak beradab.
Hal itulah
yang terjadi pada diri Fir’aun, Namruz dan pada zaman Nabi Muhammad ada
Tsa’labah. Ketiganya meyakini masa depan sebatas pensiun, hari tua dan
keturunan semata. Akibatnya, mereka hidup dalam kegelisahan justru ketika
mereka berada dalam gelimang harta dan kekuasaan.
Bahkan
ketiganya kehilangan akal sehat, yang membuatnya buta terhadap kebenaran,
sehingga tanpa sadar, justru setia menjadi komandan setan dalam menyesatkan
umat manusia.
Sebaliknya,
seorang muslim, ia memiliki cara pandang terhadap masa depan yang benar. Bukan
sebatas dunia, tetapi menjangkau akhirat. Cara pandang semacam itu akan
mengantarkan mereka pada satu keyakinan kokoh, bahwa masa depan adalah
akumulasi hari ini.
Dasarnya
sederhana, bahwa kebaikan apapun yang dilakukan atas dasar iman, semua pasti
akan kembali sebagai kebaikan (QS 17:7 & QS 55:60). Artinya, masa depan
kita akan baik, manakala hari ini kita manfaatkan untuk mengamalkan
kebaikan-kebaikan yang Allah perintahkan.
Sebagaimana
ditegaskan-Nya, “Barangsiapa yang mengerjakan amal shalih maka (pahalanya) ntuk
dirinya sendiri dan barangsiapa mengerjakan perbuatan jahat maka (dosanya)
untuk dirinya sendiri; dan sekali-kali tidaklah Rabb-mu menganiaya
hamba-hamba-Nya.” (QS 41:46)
Dengan
demikian, masa depan kita sejatinya pasti, sejauh kita mengamalkan
kebaikan-kebaikan sesuai Al-Quran dan Sunnah. (Imam Nawawi – MULIA)
0 komentar:
Posting Komentar